Searching...
Tuesday, July 29, 2014

Hanya Kesendirian Dalam Keramaian

Kulihat jalan penuh dengan kesepian, mungkin keramaian enggan menemaninya. Sepanjang jalan aku pacu kendaraan roda dua mengelilingi kota yang bernama Yogyakarta. Jalan yang biasanya dipenuhi oleh mesin-mesin beroda itu kini lengang tak sericuh sebelumnya. Mungkin ini karena "Lebaran Effect" benakku. Ya dengan sedikit bermain dengan motif alur jalan yang terputus-putus berwarna putih itu ku coba menikmati suasana yang jarang terjadi ini. Bayangkan, kapan kita bisa seperti itu di tengah-tengah kota dan siang hari? Langka bukan?
Tak tertuju ntah kemana akan ku standarkan mesin beroda ini saat itu, hingga muncul benak untuk menuju ke keramaian yang berada di Nol KM dan Malioboro. Ya sambil menetapkan jalur dan laju ku coba arahkan stang ke tempat tersebut.
Hingga akhirnya sampai juga di Nol KM dengan aksi langsung memarkirkan mesin beroda ke tempat parkir yang terletak di depan Bank Indonesia. Ntah darimana datangnya pria bertopi dan beberapa tato melekat di lengan kanannya menghampiriku lalu berucap "Tiga ribu mas". Oh ternyata pria ini sang juru parkir. Ku coba buka dompet yang notabene dihuni oleh Dr. Ir. Soekarno dan Dr. H. Mohammad Hatta namun enggan ku usir mereka dan sebagai gantinya ku sodorkan sang Pengrajin Tenun dari Sumatra Barat lalu ditukar dengan dua lembar rupiah bergambar Kapitan Patimura lengkap dengan goloknya. Ha... Suasana yang lumayan ramai dari kesendirian. Lantas pergi meninggalkan juru parkir dan mesin beroda ke pusat keramaian. Sambil menunggu warna lampu tiang berwarna merah ku susur zebra cross dengan aman.

Nol KM 0 KM, Yogyakarta, Malioboro, Lebaran 2014, cerita
Zebra cross dengan keamanan yang ditawarkan secara cuma-cuma saja masih ada orang yang enggan untuk mengijakinya. Ya mungkin mereka tidak milihatnya atau tidak sadar bahwa disana ada zebra cross. Ntahlah, sang polisi juga tidak mengarahkannya.

Nol KM 0 KM, Yogyakarta, Malioboro, Lebaran 2014, cerita
Semoga kedepan mereka lebih sayang dan cinta dirinya dan orang-orang di kehidupannya dengan mau menggunakan layanan gratis menyebran di zebra cross.

Menengok ke arah barat terlihat bangunan dengan angka 46 yang masih kokoh berdiri menyita lensa kamera ditangan untuk membidiknya. Sempat beberapa kali dengan menu yang ditawarkan pada kamera ku tekan tombol shoot untuk mengambil gambar. Ya kamera pun sepertinya menertawakanku dengan hasil yang tidak berseni. Hah... Ku abaikan itu dan ku coba kembali dan tetap saja hasil yang kudapat tidak ada apa-apanya alias jebret tok.

Nol KM 0 KM, Yogyakarta, Malioboro, Lebaran 2014, cerita

Semoga ada orang lain yang lebih  pantas mengambil gambar sang bangunan itu ketimbang saya. Lantas ku tinggalkan bangunan bernomor 46 itu ke arah sebaliknya. Terang saja bangunan tembok kokoh zaman Belanda itu memanggilku dengan tatapan yang kembali menggali sisi historis. Namun apa daya, kaki tak mampu menginjak tanah terlalu jauh dari tempatku duduk. Ku sempatkan duduk di tempat duduk yang disediakan oleh pemerintah sambil mengeluarkan satu teman dari kotak putih bergambar penyakit paru-paru dan bronkitis.

Nol KM 0 KM, Yogyakarta, Malioboro, Lebaran 2014, cerita

Ku nikmati dengan sedotan dan hembusan yang memecah atmosfir sekeliling. Mungkin ini hari yang cerah hingga nanti sang jingga merenggutnya. Tak ada salahnya aku memaksakan kaki ini untuk berpindah tempat duduk di seberang jalan. Belum sampai ke tujuan sang pria sendirian memegang beberapa kotak farfum menghentikanku dengan ucapan "Boleh minta waktunya sebentar mas?". Pikirku mati dan melayangkan kata "Iya" sambil bibir tersenyum menawarkan kedamaian. Sang pria itu pun mempresentasikan dagangannya penuh dengan misteri yang mudah ku tebak dengan kisah beberapa tahun yang lalu. Mulai dari A sampai Z yang ada di pikiran pria itu mampu ku baca dengan jelas, pasti ujung dari abjad ini bukan z tapi u atau uang. Sambil menikmati akrobat dari mulut pria itu, pikiran saya mengetuk dengan bayangan farfum yang ada di atas almari kamarku, ya sang botol farfum mulai ringan diangkat. Dari pikiran itulah ku coba mengiyakan melahap ucapan dari sang pria. Ketika itu dia meminta nama saya untuk dituliskan di secarik kertas yang ia pegang. Ku tawarkan nama saya sebagai Farel, ya Farel sebuah nama modern yang kucoba imbangkan dengan kerut wajah ala baby. Hingga celotehnya yang terakhir dengan mengulurkan sekotak farfum tapat di depan perutku. Tanpa diperintah tangan kanan ini menghampiri kotak lalu memegangnya. Tangan kiri pun tak diperintah mengikuti tangan kanan dengan merogoh kantong belakang dengan target sang dompet. Ya ku buka dompet tepat di depan mata kepala kami berdua hingga celetuk dia berkata "Yang merah saja mas" ku imbangi dengan mulut ini membalas dengan kata "Oh iya mas" agar transaksi berjalan lancar pikirku. Serah terima pun halal lalu ku tinggalkan pria itu dengan senyuman yang semoga dapat menambah nikmatnya bertransaksi denganku.
Kaki kembali melanjutkan perjalanan hingga mata memberitahunya bahwa di depan sana ada tempat untukmu beristirahat. Sambil duduk menikmati botol yang kebetulan berisi air langsung dari pabrik ku tenggak penuh dengan keikhlasan.

Mata menggeliat melihat sekeliling dan mondar mandinya para tukang becak bersama penumpangnya, mulut ini tak tahan dengan senyuman dan melakukannya karena mata telah melihat penumpang becak yang cantik.

Nol KM 0 KM, Yogyakarta, Malioboro, Lebaran 2014, cerita

Ya hanya bisa ku gunakan mata ini untuk melihatnya ketika dia sedang menikmati es krim yang berada di depan mulutnya. Hanya ilusi yang sayang untuk dilewatkan pikirku. Tangan pun usil untuk untuk mengambil gambarnya dengan beberapa kali zoom kamera. Walau hanya dari samping ya tak apalah daripada dari belakang.

Menikmati itu semua mungkin bagiku cukup untuk memanjakan diri dalam kesendirian. Pikiran kembali bekerja dengan kejala yang diakibatkan oleh bergesernya mata hari. Mungkin ini waktuku untuk kembali ke ruangan bersejarah (kamar).
Meninggalkan itu semua ku ayunkan kaki menemukan mesin beroda tempat awal ku titipkan kepada pria bertato.
Sambil merogoh-rogoh kertas bertuliskan Rp3000,00 di dalam saku celana ku coba temukan pria itu dengan melihat sekeliling. Wow... Hebat, tanpa sebuah kata pria itu telah berada di sampingku. Ku sodorkan kertas yang bernama karcis itu kepada pria bertato dan kugunakan telunjuk untuk menyuruhnya mengeluarkan mesin berodaku agar mudahnya aku meninggalkannya. "Terima kasih mas" ucapku dengan nada di F lalu ku pacu ke arah timur.

Berada di sepanjang jalan lurus dengan beberapa tiang berlampu ku lalui. Satu dua dan belum sempat lampu yang ketiga tapat di hadapanku terjadi insiden tabrakan mesin-mesin beroda dua. Ya untunya tidak ada yang terluka di antara kedua belah kubu namun ku sempat tengok salah satu mesin beroda itu mengalami kerusakan. Acuh sikapku dengan hal itu, tanpa mengendorkan tali gas ku lewati mereka.

Hingga akhirnya ku temui sang mentari tak lagi bersinar dengan terbalaskan oleh lampu mesin-mesin beroda.
Sekitar 30 menit ku nikmati sepanjang jalan dan akhirnya telah tampak bangunan bercat hijau. Ya itu adalah tempat tinggalku yang berada di sekitar kaki pegunungan dan kamu boleh sebut itu dengan nama daerah Piyungan.

Lelah pun tak ingin berkomproni dengan raga, ku jatuhkan badan ini tepat di atas bendera Amerika Serikat sambil ku hidupkan kotak misteri yang bernama laptop dan ku sambukan benda itu dengan sebuah stik berlampu kerlap kerlip sebut saja modem.
Semoga cerita ini dapat menjadi pengingat hari di mana aku lepaskan tulisan itu di internet.

Sekian celoteh sedikit panjang tapi banyak ini, semoga dapat membermu sebuah kelelahan dalam kesendirian kau membaca.
Salam Talk untuk Write http://talktowrite.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment